Awal Mula MATEMATIKA

Matematika (dari bahasa Yunani:
μαθηματικά - mathēmatiká)
adalah studi besaran, struktur,
ruang, relasi, perubahan, dan
beraneka topik pola, bentuk, dan
entitas. Para matematikawan
mencari pola dan dimensi-
dimensi kuantitatif lainnya,
berkenaan dengan bilangan,
ruang, ilmu pengetahuan alam,
komputer, abstraksi imajiner,
atau entitas-entitas lainnya.[1][2]
Dalam pandangan formalis,
matematika adalah pemeriksaan
aksioma yang menegaskan
struktur abstrak menggunakan
logika simbolik dan notasi
matematika; pandangan lain
tergambar dalam filsafat
matematika. Para
matematikawan merumuskan
konjektur dan kebenaran baru
melalui deduksi yang menyeluruh
dari beberapa aksioma dan
definisi yang dipilih dan saling
bersesuaian.[3]
Euclid, matematikawan Yunani,
abad ke-3 SM, seperti yang
dilukiskan oleh Raphael di dalam
detail ini dari Sekolah Athena.[4]
Terdapat perselisihan tentang
apakah objek-objek matematika
hadir secara objektif di alam
menurut kemurnian logikanya,
atau apakah objek-objek itu
buatan manusia dan terpisah
dari kenyataan. Seorang
matematikawan Benjamin Peirce
menyebut matematika sebagai
"ilmu yang menggambarkan
simpulan-simpulan yang
penting".[5] Albert Einstein, di
pihak lain, menyatakan bahwa
"sejauh hukum-hukum
matematika merujuk kepada
kenyataan, mereka tidaklah pasti;
dan sejauh mereka pasti, mereka
tidak merujuk kepada
kenyataan."[6]
Melalui penggunaan abstraksi
dan penalaran logika,
matematika dikembangkan dari
pencacahan, penghitungan,
pengukuran, dan pengkajian
sistematik terhadap bentuk dan
gerak objek-objek fisika.
Pengetahuan dan penggunaan
matematika dasar selalu menjadi
sifat melekat dan bagian utuh
dari kehidupan individual dan
kelompok. Pemurnian gagasan-
gagasan dasar dapat diketahui di
dalam naskah-naskah
matematika yang bermula di
dunia Mesir kuno, Mesopotamia,
India, Cina, Yunani, dan Islam.
Argumentasi kaku pertama
muncul di dalam Matematika
Yunani, terutama di dalam buku
Euclid, Unsur-Unsur.
Pengembangan berlanjut di
dalam ledakan yang tidak
menenteramkan hingga periode
Renaisans pada abad ke-16,
ketika pembaharuan matematika
berinteraksi dengan penemuan
ilmiah baru, mengarah pada
percepatan penelitian yang
menerus hingga Kini.[7]
Kini, matematika digunakan di
seluruh dunia sebagai alat
penting di berbagai bidang,
termasuk ilmu pengetahuan
alam, rekayasa, medis, dan ilmu
pengetahuan sosial seperti
ekonomi, dan psikologi.
Matematika terapan, cabang
matematika yang melingkupi
penerapan pengetahuan
matematika ke bidang-bidang
lain, mengilhami dan membuat
penggunaan temuan-temuan
matematika baru, dan kadang-
kadang mengarah pada
pengembangan disiplin-disiplin
ilmu yang sepenuhnya baru. Para
matematikawan juga bergulat di
dalam matematika murni, atau
matematika untuk
perkembangan matematika itu
sendiri, tanpa adanya penerapan
di dalam pikiran, meskipun
penerapan praktis yang menjadi
latar munculnya matematika
murni ternyata seringkali
ditemukan terkemudian.[8]
Secara umum, semakin kompleks
suatu gejala, semakin kompleks
pula alat (dalam hal ini jenis
matematika) yang melalui
berbagai perumusan (model
matematikanya) diharapkan
mampu untuk mendapatkan atau
sekadar mendekati penyelesaian
eksak seakurat-akuratnya. Jadi,
tingkat kesulitan suatu jenis atau
cabang matematika bukan
disebabkan oleh jenis atau
cabang matematika itu sendiri,
melainkan disebabkan oleh sulit
dan kompleksnya gejala yang
penyelesaiannya diusahakan
dicari atau didekati oleh
perumusan (model
matematikanya) dengan
menggunakan jenis atau cabang
matematika tersebut. Sebaliknya
berbagai gejala fisika yang
mudah diamati, misalnya jumlah
penduduk di seluruh Indonesia,
tidak memerlukan jenis atau
cabang matematika yang
canggih. Kemampuan aritmetika
sudah cukup untuk mencari
penyelesaian (jumlah penduduk)
dengan keakuratan yang cukup
tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar